Menguak Misteri Pura Penegehe, Selat

Tedung Jagat Selat Pandan Banten

Di zaman yang sudah begitu canggihnya, apalagi umat manusia sudah semakin intelek, masih mempunyai keyakinan yang bersifat alam maya. Terbukti di Desa Selat, masih ditemukan pura yang menyimpan berbagai misteri. Seperti di Pura Penegehe yang diyakini sebagai tedung jagat Selat Pandan Banten. Sejauh mana keangkeran tempat tersebut? Simak liputan selengkapnya.

Reporter : Andiawan

Pura Penegehe adalah salah satu pura yang sangat disakralkan. Pasalnya tempat ini dipercaya sebagai tedung (pengayom/pelindung) secara niskala. Penguasanya dikenal pemurah, karenanya banyak pemohon umat terkabul. Seperti nunas keselamatan dan kesidhian. Tempat ini terkenal sangat angker, tak satu pun krama berani mengusik apalagi berbuat tidak senonoh bila tak ingin mendapat celaka.

Pura Penegehe demikian masyarakat menyebut pura yang berlokasi di wawidangan Desa Pakraman Selat Pandan Banten, Sukasada, Buleleng. Untuk mencapai lokasi, krama bisa menempuh dari tiga arah, yakni dari arah utara masuk melalui Desa Anturan, arah barat masuk melalui Desa Kalibukbuk, sedangkan dari arah selatan masuk melalui Desa Asah Gobleg. Ketiga tempat tersebut merupakan pintu gerbang niskalanya penguasa Desa Selat dan dijaga ketat berbagai ancangan.

Pura Penegehe, sudah tidak asing lagi bagi krama Desa Selat. Karena tempat ini berada di pinggir jalan utama dari arah utara menuju Desa Selat. Sesuai namannya, pura ini terletak di sebuah bukit yang keberadaannya dikenal sangat angker. Penegehe berasal dari kata tegeh berarti tinggi. Ketinggian bukit ini kurang lebih mencapai 50 meter. Di sisi barat dan timur, menganga jurang dengan kedalaman kurang lebih 100 meter dan siap menelan korban bagi yang lengah dan berani berbuat tidak senonoh di tempat ini.

Menurut salah satu tokoh masayarakat Desa Selat yang juga pemangku Pura Kahyangan Tiga, Jro Mangku Gede Madu, Pura Penegehe tersebut dulunya dibangun pada zaman penjajahan Belanda oleh Kumpi Siwi, Kepala Desa Selat waktu itu. Lebih lanjut Jro Mangku menceritakan, pura tersebut dibangun saat pembuatan jalan penghubung dengan desa tetangga.

Namun, pembuatan jalan tersebut selalu menemui kendala, sehingga Kumpi Siwi masesangi (berkaul-red) berjanji akan mendirikan sebuah palinggih jika pembuatan jalan itu bisa berjalan lancar. Kemudian salah satu krama mendapat petunjuk melalui pawisik, krama dilarang keras membuat jalan melalui atas bukit itu, melainkan di sebelah timur atau sebelah barat bukit.

Akhirnya Kumpi Siwi bersama krama memutuskan untuk membuat jalan di sebelah barat bukit dan pembangunan jalan itu berjalan lancar tanpa hambatan. Setelah rampung, Kumpi Siwi pun memenuhi janjinya membuat dua buah palinggih.

Berbagai keanehan sering kali mewarnai perjalanan, baik krama desa setempat maupun krama luar desa. Sebagai pintu gerbang lengkap dengan penjagaan, secara niskala setiap orang yang masuk ke Desa Selat selalu diperiksa terlebih dahulu di tempat ini. Mereka yang tak lulus pemeriksaan tersebut, tanpa sebab pasti akan dihadapkan dengan berbagai masalah. Di antaranya, ada yang jatuh ke jurang, dihadang makhluk gaib, bahkan kendaraannya terbakar tanpa sebab yang pasti serta kejadian lainnya.

“Sudah dua mobil terbakar di tempat ini, dan hingga kini belum diketahui penyebabnya,” ujar ayah tiga orang putra ini seraya menyarankan agar selalu berhati-hati jika melewati tempat ini, serta jangan lupa membunyikan klakson kendaraannya demi keselamatan.

Di atas bukit ini terdapat sebuah Blumbang berisi air dan airnya berfungsi untuk tirtha untuk malukat. Air ini terus mengalir walaupun musim kering, padahal tempatnya di atas bukit batu cadas. Konon, sekitar tahun 50-an, saking angkernya tak satu pun yang berani melewati tempat ini, apalagi merusak keberadaannya. Jika ada orang yang berani berbuat tidak senonoh di tempat ini, nyawa taruhannya.

Walaupun tempat ini dikenal sangat angker, namun Ida Bhatara di pura ini yakni Ida Bagus Mutering Jagat dan Ida Ayu Tedung Jagat dikenal pemurah/bares. Tempat ini sering dijadikan media untuk memohon sesuatu, seperti keselamatan, rezeki, nunas sentana, serta nunas kesidhian.

Banyak krama yang terkabulkan permohonannya. Itu terbukti, pada hari-hari tertentu banyak krama nawur sesangi, baik berupa pajeng, kain putih kuning, hingga babi guling. Seperti pengakuan Kadek Eka, salah satu krama yang sempat diwawancarai TBA, dirinya ngaturang babi guling dan suara angklung, karena keinginannya menjadi PNS terkabul. Ini baru segelintir orang yang sempat diwawancarai, banyak lagi krama lain yang mengalami hal serupa.

Berdasarkan pantauan wartawan TBA saat mengambil poto lokasi, banyak terdapat tumpukan canang masih segar. Itu artinya, tempat ini hampir tiap hari tak pernah sepi pamedek, terutama krama desa yang hendak pergi maupun datang bekerja di luar desa.

Di samping itu, di dekat palinggih itu banyak terdapat tedung atau pajeng (payung untuk sarana upacara-red). “Semua itu merupakan hasil aturan krama yang membayar kaul, setelah permohonannya terkabulkan,” ungkap Jro Mangku dengan nada datar.

Misteri Pura Dalem Banjarsayan


Takut Dikemit Pratima pun Digondol Maling

Bukannya pantang dikemit, justru warga pangempon pura tidak berani makemit. Begitu juga Jro Mangku Dalem tidak berani melawan kekuatan niskala. Pasalnya sering diganggu penampakan yang menakutkan. Akhirnya sampai sekarang di Pura Dalem Desa Adat Banjarsayan tidak pernah melaksanakan pakemitan. Walaupun sampai kehilangan pratima, tetap tidak berani makemit. Ada apa di Pura Dalem tersebut?

Reporter : I Putu Patra

Di tiap-tiap desa adat, mempunyai kahyangan tiga. Salah satu kahyangan tiga adalah Pura Dalem. Pura Dalem sudah diyakini sangat angkernya. Karena, di kahyangan inilah tempat orang ngiwa nunas panugran. Begitu juga di Pura Dalem Desa Adat Banjarsayan, Werdi Bhuwana, Mengwi, Badung, adalah salah satu kahyangan tiga yang disebut-sebut angker. Angkernya luar biasa, sehingga tidak pernah ada krama yang berani makemit. Benarkan demikian?

Pura Dalem Desa Adat Banjarsayan berada tepat di ujung utara Banjarsayan Baleran. Berdampingan dengan setra banjar milik krama Banjarsayan Baleran. Lokasinya memang tidak persis berada di kesunyian, hanya saja kesakralannya sangat luar biasa. Sering terjadi misteri yang disaksikan oleh krama desa di suatu saat.

Begitu juga Jro Mangku Dalem tak luput dengan berbagai pengalaman yang unik dan aneh. Walaupun sebagai pamangku, tidak jarang mengalami berbagai keanehan-keanehan selama ngayah. Jro Mangku dengan nama asli I Made Niksana bercerita banyak tentang pengalaman di pura.

“Tiang tidak berani melarang krama desa makemit, begitu juga tidak berani menyuruh. Termasuk tiang pun tidak berani makemit secara penuh di pura,” tutur Jro Mangku dengan heran.

Lalu, ada apa di Pura Dalem Banjarsayan, Desa Werdi Bhuwana, Mengwi ini? Boleh percaya boleh tidak, begitulah kira-kira yang diutarakan Jro Mangku Niksana. Pasalnya, dirinya pernah mengalami berbagai kejadian yang tidak diharapnya. Mulai sering diganggu, ketika makemit sampai dengan namanya dipanggil-panggil. Pintu pura diketok-ketok, namun tidak ada siapa-siapa. Tidak hanya di situ, terkadang-dirinya tidak luput dicari orang berbadan tinggi besar.

“Mungkin Ida Bhatara tidak mengijinkan orang makemit di sana (di Pura Dalem-red), karena mengganggu damuh Ida Bhatara yang mapinunas,” tutur Jro Mangku Dalem.

Benar saja, sebagian besar krama Banjarsayan tidak berani makemit di Pura Dalem. Pakemitan biasanya hanya dijalankan sampai pukul sembilan malam atau sampai pukul sepuluh malam maksimal. Selanjutnya, krama desa sudah pergi meninggalkan pura. Dengan perasaan yang sangat dan bulu kuduk berdiri dan merinding. Takut diganggu berbagai penampakan.

Tidak hanya Jro Mangku Dalem bercerita tentang angkernya Pura Dalem, Juga Jro Mangku Desa sepertinya sangat yakin dan percaya kalau berani makemit di Pura Dalem pasti akan diganggu.

Sebenarnya, krama Desa Banjarsayan, sangat berniat melaksanakan pakemitan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Tapi, apa boleh buat, setiap ada orang yang berani makemit, selalu mengalami hal-hal yang bersifat niskala. Ada saja gangguan atau penampakan yang membuat warga takut. Terkadang ada memanggil-manggil namanya, setelah ditengok ternyata tidak ada orang. Bahkan, suara kulkul berbunyi, tanpa ada yang menepaknya.

Sejak dulu, memang di Pura Dalem Banjarsayan sama sekali tidak pernah ada pakemitan. Apakah ada pujawali atau hari-hari biasa, sama sekali tidak pernah menjalankan pakemitan. Alasannya sudah pasti, semua tidak berani mengalami resiko yang tidak diinginkan.

Sementara di kahyangan lainnya, tetap dijalankan pakemitan. Jro Mangku Dalem yang tinggal tidak jauh di Pura Dalem, sangat ingin sekali menjalankan pakemitan. Walaupun krama desa tidak berani, dia pun sebenarnya ingin makemit di pura. Sayangnya, niatnya untuk makemit di pura tidak pernah kesampaian. Terkadang dirinya dibuat sakit-sakitan.

Jangankan sakit, hampir seperti orang gila pun Jro Mangku pernah alami. Semua ini, gara-gara diganggu oleh ancangan Ida Bhatara.

Lelipi Muncul di Pura Marajapati

Gemparkan Warga Banjar
Pura Merajapati yang berlokasi di belakang pabrik Coca-cola di ujung selatan Banjar Binong, Desa Werdi Bhuwana, Mengwi, Badung digemparkan dengan kemunculan seekor ular hijau yang aneh, tidak seperti ular-ular pada umumnya.

Reporter : Putu Patra

Aneh dan ajaib, pada Jumat, Umanis, Langkir tanggal 5 September 2008, muncul lelipi (ular) yang tampaknya diyakini duwe di Marajapati. Ceritanya, ada seorang warga Banjar Binong bernama I Wayan Bawa mantan kelihan adat terperangah. Awalnya, ketika ia akan naik mencari ambu (daun jaka muda) untuk keperluan penjor di Pura Puseh.

Ayah dua anak ini kaget bukan main. Dari kajauhan dilihatnya klebatan sinar tepatnya di pintu masuk pura yang dibuat dari besi. Setibanya di tempat (pura), ternyata ular hijau sedang melilit pintu besi tersebut. Karena kaget dengan adanya ular tersebut, dia memanggil warga yang lainnya.

Akhirnya datang Jero Sayun yang akrab di sapa Dadong Jero. Selanjutnya, juga dipanggil Jero Mangku Marajapati untuk mengecek kebenaran kejadian tersebut. Benar saja, ular yang melilit pintu dengan erat, sama sekali tidak mau turun. Bahkan semakin kuat melilit pintu. Anehnya, ular bertelur sebanyak lima butir. Lebih unik lagi, 4 telurnya ada di bawah atau di undag pintu, sementara satunya lagi berada di atas dan dililit dengan ekornya.

Ternyata ular tersebut bukan sembarang ular, I Wayan Bawa menceritakan, ular yang satu ini memang lain, dan tidak sembarang ular. Karena dia tidak mau pergi ke mana-mana, dan hanya diam. Kedatangan Jero Sayun membuat lebih percaya lagi adalah duwen Ida Bhatara Merajapati.

Pasalnya, ular tersebut dimadikan dan diurut-urut, dimanjakan, dikasihi oleh Dadong Jero. Namun, ular tersebut sama sekali tidak bergerak. Ular diam saja (boh), tidak nyotot, guna meyakinkan kejinakan ular tersebut, Dadong Jero tidak merasa takut. Akhirnya, Jero Mangku Merajapati mohon kepada Ida Bhatara di punyan panggal buaya dengan menghaturkan upakara sekadarnya.

Begitu menghaturkan piuning, kontan saja ular tersebut turun dengan santainya. Dengan menampakan kejinakannya melaju ke bagian sudut tembok di arah kaja kauh (barat laut). Di sana ular tersebut diam dengan waktu cukup lama seraya menjulurkan lidahnya tanpa menampakan kegarangan.

Keunikan ular tersebut, tidak seperti ular umumnya, warnanya memang hijau yang disebut lipi gadang. Biasanya liping gadang rengas dan cepat berlalu. Sementara ular ini sangat jinak sekali, lidahnya berwarna biru laut, di bagian ekornya warna putih berpadukan sedikit merah. Telurnya lumayan besar.

Dengan munculnya ular aneh ini, dari mulut ke mulut tersiar berita. Bahwa ada ular yang unik di Pura Merajapati. Dalam hitungan lima menit, warga Banjar Binong gempar dan berdatangan ingin menyaksikan ular tersebut. Tidak saja warga Binong, juga warga Banjarasayan tidak mau ketinggalan melihat momen langka tersebut.

Pantauan TBA di lapangan, semua yang datang sangat kaget dan terkesima, di mana baru kali ini menyaksikan ular hijau begitu jinaknya. Tidak mau ke mana-mana. Pengunjung betah di sana, tidak mau angkat kaki. Begitu keunikan ular tersebut. Perlu juga diketahui, pura Merajapati ini memang sangat angker, dan baru kali ini baru dapat dibuktikan dengan munculnya ular aneh.

Mimpi Naga

Dengan munculnya ular ini, ternyata Dadong Jero sudah ada firasat. Malamnya, dia mimpi ada naga turun di pura, sebagai cihna turunnya Panca Pandawa. Ternyata firasat Dadong Jero terbukti dengan hadirnya ular hijau yang menghebohkan. Guna mohon kerahayuan atas munculnya ular, maka malamnya pengurus adat dan dinas mengadakan upacara atur piuning agar diberikan keselamatan.

Munculnya ular tersebut juga hadir kelihan adat Banjar Binong Dewa Made Susila, Kelihan Dinas, I Made Asa dan warga setempat. Tapi sayangnya, begitu ular dengan jinaknya menghuni pura, warga sembarangan masuk ke areal suci, sampai Dadong Jero memberikan peringatan. Lebih sial lagi, ular tersebut justru diganggu oleh warga dibawakan keranjang burung, kampil. Bahkan ular tersebut sempat diambil dan dijadikan dokumen foto-foto. Akhirnya ular terganggu kenyamanannya. Akhirnya ular pergi dengan santai. Dikatakan oleh warga, begitu meninggalkan pura, ular tersebut sempat melihat-lihat telurnya sebanyak lima butir yang ditinggalkan naik ke pohon yang paling besar di arah kaja kauh.

Akhirnya warga Banjar Binong kecewa. Terlalu bebas memberikan pengunjung datang sembarangan ke areal suci, bahkan ular diambil mau dimasukan ke dalam kampil

Misteri Bunut Ngengkeng di Desa Gesing, Buleleng.

Angker dan Tertua di Bali

Bunut Ngengkeng itulah nama sebuah pohon yang berdiri kokoh di sekitar Pura Pecalang, Desa Gesing, Kecamatan Banjar, Buleleng. Pohon bunut ini diklaim sebagai pohon terbesar dan tertua di Bali yang menyimpan berbagai kegaiban serta keajaiban. Pun, selain sangat angker, penguasa pohon ini dikenal sangat bares. Reporter : Andiawan

Dengan kondisi tersebut, tak pelak tempat ini sering didatangi paranormal, dukun, hingga para pejabat. Apa yang membuat mereka tertarik datang ke tempat ini? Inilah hasil penelusuran wartawan TBA tentang keangkeran pohon bunut bersama pemangku pura setempat.

Bali terkenal dengan berbagai sebutan, dan memiliki getaran magis cukup tinggi. Hampir setiap hari tak luput dari ritual. Karenanya, setiap jengkal tanah menyimpan getaran gaib yang sangat kuat. Keyakinan masyarakat Hindu Bali terhadap kekuatan gaib sangat kuat. Bahkan, benda-benda tertentu seperti batu, pohon kayu, dan lainnya diyakini ada kekuatan gaib yang menunggunya. Di tempat-tempat itu pula masyarakat sering memohon sesuatu anugerah, baik keselamatan, rejeki, kelancaran usaha, dan permohonan lainnya.

Demikian halnya pohon bunut di Dusun Gesing I, Desa Gesing, Kecamatan Banjar, Buleleng, diyakini menyimpan kekuatan gaib penuh dengan berbagai misteri yang sulit dicerna akal sehat. Karena dari tempat ini sering muncul berbagai kegaiban dan keajaiban.

Pohon ini dikenal sebagai pohon tertua dan terbesar di Bali. Pohon ini sangat disakralkan dan tak satu pun yang berani mengusik keberadaannya. Konon, saat penyingkiran pernah dijadikan tempat persembunyian para pejuang.

Penguasanya terkenal bares (murah hati). Banyak krama yang dengan tulus dan keyakinan tinggi, dikabulkan permohonannya. Tak heran, setiap piodalan banyak yang membayar kaul sebagai ungkapan terima kasih atas apa yang telah diterimanya. Pohon ini mampu menampung hingga ratusan orang.

Seperti diungkapkan Jro Mangku Wayan Weda, pemangku Pura Pecalang, keberadaan pohon bunut tersebut usianya diperkirakan mencapai 3 abad lebih. Konon, pada waktu jumlah penduduk Desa Gesing masih sedikit, dan setiap para penglingsirnya akan pergi ke hutan untuk berbagai tujuan, terlebih dahulu selalu ngaturang bakti di tempat ini, nunas keselamatan agar terhindar dari serangan binatang buas.

Kocap, dumun pada saat itu banyak terdapat binatang buas, seperti babi hutan, macan, dan binatang buas lainnya. Agar terhindar dari serangan binatang buas itu, penglingsir, selalu ngaturang bakti di palinggih yang kini diberi nama Pura Pecalang tersebut,” ujar Jro Mangku menjelaskan.

Pria kelahiran tahun 1930 ini lebih lanjut mengatakan, kebiasaan ngaturang bakti di palinggih itu telah berjalan secara turun-temurun. Namun, dalam waktu sekian lama tidak ada yang memperhatikan kondisi palinggih tersebut, selama berabad-abad tetap berupa palinggih dengan kondisi sangat sederhana.

Seiring perkembangan zaman, masyarakat mulai sadar dan tergugah untuk merenovasi palinggih yang ada dengan palinggih yang lebih bagus. Kemudian para manggala desa membentuk panitia pembangunan dan berdirilah pura tersebut. Sesuai fungsinya sebagai tempat memohon perlindungan, kemudian palinggih tersebut diberi nama Pura Pecalang dan disungsung semua masyarakat Desa Gesing. Piodalannya jatuh setiap enam bulan sekali, tepatnya pada Anggarakasih Prangbakat.

Di areal Pura Pecalang juga terdapat sebuah Padmasana yang disebut Pura Perjuangan. Pura ini dijaga dua ekor macan yang diwujudkan dengan dua buah patung macan yang cukup menyeramkan.

Untuk mencapai lokasi sangatlah mudah, karena di sepanjang perjalanan telah terpasang papan petunjuk menuju Desa Gesing. Apabila krama datang dari Denpasar, sesampainya di pertigaan Desa Wanagiri, krama mengambil arah ke kiri menuju ke Desa Banyuatis.

Sepanjang perjalanan, krama dapat menyaksikan indahnya panorama alam serta dapat menghirup udara segar dan sejuk. Ketika memasuki Desa Munduk, pamedek dapat melihat hamparan kebun cengkeh serta indahnya pemandangan kota dan laut Singaraja.

Tetapi sebelumnya, krama perlu mempersiapkan kondisi badan maupun kondisi kendaraannya. Karena selama perjalanan akan melewati tanjakan dan turunan disertai tikungan yang cukup tajam. Begitu memasuki Desa Gesing, krama perlu ekstra hati-hati. Pasalnya, kondisi jalannya sedikit rusak, dengan tanjakan cukup tajam. Sedikit saja lengah, bisa terperosok dan menjadi santapan jurang.

Sebelum datang ke lokasi, sebaiknya krama menghubungi pemangku pura setempat yang tinggal tak jauh dari lokasi pura. Hal tersebut selain demi keselamatan juga untuk mengetahui lebih jauh tentang keberadaan pura dan pohon bunut tersebut. Sesuai namanya, pohon bunut ini berbentuk piramid. Akarnya yang begitu besar dan kuat mencengkram tanah, membuat pohon ini tumbuh subur hingga mencapai ketinggian ratusan meter.

Dilarang Masuk Sembarangan

Guna mengetahui secara langsung situasi di dalam pohon tersebut, kemudin ayah satu orang putra ini mengajak wartawan TBA masuk ke dalam pohon bunut melewati pintu khusus yang cukup sempit. Namun, sebelumnya tak lupa memohon izin kepada penguasa pohon tersebut dengan melakukan persembahyangan di Pura Pecalang. Sesampainya di dalam, kami merasakan getaran gaib cukup kuat seakan gerak dan langkah kami selalu diawasi, sehingga sempat membuat bulu kuduk merinding.

Sesuai pengamatan TBA, tempat ini kondisinya cukup menyeramkan serta menyimpan getaran gaib sangat kuat. Sehingga bagi mereka yang senang meditasi, kurang lengkap rasanya jika belum pernah datang mencoba dan mengetahui secara langsung kondisi tempat ini serta merasakan sejauh mana kekuatan getaran gaibnya.

Konon, saat melawan penjajah tempat ini sering digunakan para pejuang sebagai tempat persembunyian. Pengamatan TBA, memang tempat ini sangat strategis sebagai tempat persembunyian. Pasalnya, selain orang yang bersembunyi di dalam pohon ini tidak kelihatan dari luar, juga pohon ini mampu menampung hingga tiga ratus orang lebih.

“Tiang sarankan kepada krama yang ingin masuk ke dalam pohon ini, agar sebelumnya tak lupa ngaturang bakti dan rarapan untuk memohon izin. Sehingga tidak diganggu makhluk gaib penjaga pohon ini.,” tegas pria berjenggot lebat dan telah memutih ini.

Keangkeran dan kekuatan gaib tempat ini sudah tersohor hingga ke Mancanegara. Karena tempat ini sering kali didatangi tamu asing dari berbagai Negara terutama mereka yang bergelut di bidang spiritual.

Dumun ada tiga orang tamu asing, masuk dan mungkin tanpa permisi, ketiganya terjebak di dalam, bisa masuk tetapi tidak tahu jalan keluar. Setelah tamu itu berteriak, salah satu warga mencari tiang. Kemudian tiang memohon agar ketiga tamu itu dimaafkan dan diberi jalan untuk keluar dari tempat tersebut,” ungkap Jro Mangku yang dikenal mahir bela diri ini dengan nada datar.

Yang datang ke tempat ini tidak saja masyarakat Desa Gesing, melainkan banyak krama luar dari berbagai daerah, profesi dan status ekonomi yang berbeda serta dengan tujuan tertentu. Terutama saat Pilkada, banyak calon-calon kandidat datang ke tempat ini, berharap bisa terpilih. Bagi mereka ayang memohon di tempat ini dan apabila Ida Bhatara mengijinkan, maka berhasil atau tidaknya akan langsung mendapat jawaban lewat Jro Mangku.

Banyak dari mereka yang terkabul permohonannya serta mereka biasanya nawur sesangi (membayar kaul-red) saat piodalan berupa kain, tedung, hingga babi guling.

Kajeng Kliwon

Terdengar Suara Naga Misterius

Sementara, Ketut Lina salah satu warga yang sempat dimintai keterangan mengatakan, pohon bunut ini sering didatangi paranormal dari berbgai daerah di Bali bahkan luar Bali. Sebagian besar dari mereka meyakini tempat ini dijaga berbagai makhluk gaib.

Menurut pengakuan beberapa paranormal yang pernah bersemadi di sini mengungkapkan, di sekitar pohon ini banyak terdapat benda-benda gaib berkualitas tinggi. Karenanya, pohon ini dijaga ketat makhluk gaib dari berbagai arah.

Di bagian bawah pohon, dijaga makhluk kecil tidak memakai baju dan jumlahnya ratusan. Di bagian tengah dijaga makhluk tinggi besar dan seekor naga, sedangkan di bagian atas dijaga makhluk gaib berupa burung raksasa sangat menyeramkan.

Lebih lanjut pria kelahiran tahun 1949 ini mengungkapkan, salah satu ancangan berupa naga niskala sering mengeluarkan suara gaib, terutama pada hari-hari rerahinan tertentu, seperti Kajeng Kliwon, Purnama, Tilem dan hari rerahinan lainnya.

Namun, tak semua mampu mendengar suara gaib itu. Melainkan, hanya orang-orang tertentu yang memiliki kelebihan di bidang itu yang mampu medengar suara dan melihat makhluk gaib penghuni pohon yang dikenal sangat angker itu. Ada sebuah keunikan di tempat ini, di mana ranting akar yang telah tua akan dengan sendirinya putus dan potongannya menyerupai seekor ular.

“Dulu, pernah salah satu warga naik memasang pindekan (baling-baling dari kayu) dan menggunakan bambu bekas, tiba-tiba terdengar suara menggelegar sangat keras, seperti petir sedang menyambar pohon. Tak hayal pindekan itu hancur berkeping-keping,” ungkap ayah dua orang putra ini serius.

Tanah Wuk Dihuni Makhluk Halus

Tanah Wuk, tidak hanya menyajikan lokasi yang sangat menakjubkan, tapi di lokasi yang menjadi idola kaum remaja, juga diyakini menjadi istana hunian berbagai makhluk halus, seperti Bidadari, Wongsamar, ancangan, serta julit duwen Ida di nis. Termasuk bisa mendapatkan air awet muda secara alami.

Tanah Wuk sangat terkenal sebagai tempat rekreasi bagi krama Bali tengah khususnya. Apalagi bagi krama Abiansemal dan sekitarnya, Tanah Wuk adalah tempat idola anak-anak muda. Namun, di balik tersohornya sebagai tempat rekreasi, ternyata terdapat bahkan sering ditemukan hal-hal aneh di sekitar tempat yang indah dan sejuk itu. Sebelum menyingkap misterinya, marilah sejenak mengenal lokasinya.

Tanah Wuk, begitu akrab bagi anak-anak muda yang lagi membaranya api asmaranya. Lokasi ini sekitar 3 hektar luasnya. Berada di tempat yang cukup strategis yaitu berdampingan dengan obyek wisata internasional Hutan Pala beserta keranya di Sangeh.

Bagi yang sudah kenal dengan Tanah Wuk, nampaknya kalau belum sempat mampir tidak terasa lengkap. Pasalnya, tempat ini sangat sejuk, nyaman, asri, panoramanya menakjubkan. Satu-satunya karunia Tuhan yang sulit diulas atau diungkap dengan kata-kata. Sejauh mata memandang, panoramanya semakin mengasyikan. Apalagi ada lembah hijau yang memberikan suguhan sangat alami dan menarik. Lekukan sungainya juga indah, airnya yang jernih terlihat jelas dari atas.

Hamparan alam bebas dari pandangan sejauh mampu memandang. Lambaian pohon kelapa ikut menambah indahnya lokasi Tanah Wuk. Tanah Wuk selalu ramai di hari-hari raya di Bali seperti Galungan, Kuningan, Nyepi dan hari libur lainnya. Setiap hari juga ada saja orang melepas penat di sana. Pokoknya nyaman dan mengasyikan, apalagi dilakukan berduaan dengan sang kekasih. Tidak rugi ke sana kalau ingin santai.

Lokasi ini berada di sebelah selatan Grana, dan di utara Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung. Posisinya pas di tengah-tengah antara kedua wilayah Grana dengan Sangeh. Dari Denpasar jaraknya kurang 30 km, dari Abiansemal sekitar 5 km. Jarak tenpuh dari Denpasar kurang lebih 45 hingga 1 jam. Jalan menuju lokasi sangat bagus. Hanya saja, untuk menemukan lokasinya agak sedikit ke dalam kurang lebih 200 meter, belok ke kiri dari arah Denpasar. Di sebelah utaranya terdapat hotel atau penginapan.

Menurut Agung Duta Cakrawerti Kepakisan yang pemilik Tanah Wuk ini, sangat paham dengan lokasi ini. Antara kramat dan berbau misteri tidak menjadi asing lagi. Walau kondisi alamnya sangat diyakini keramat, bukan berarti halangan bagi krama Bali untuk melakukan rekreasi. Masalahnya, asal dilakukan dengan baik dan benar, tidak masalah.

“Saya cuma berharap, jangan salahkan tempat keramat, tapi salahkan etika dan moral di mana kita berada, jangan bicara sembarangan, jangan berprilaku yang tidak etis secara etika dan moral. Lokasi ini memang kramat, tapi tidak berlaku bagi yang datang dengan niat baik. Silahkan pacaran, tapi pacaran yang sopan,” ujar Gung Duta panggilan akrab anak dari Rai Mirsha (alm)

Ayah satu (1) putra ini menambahkan, banyak hal-hal aneh ada di sini. Tapi tidak semua orang bisa merasakan dan melihatnya. Bagi Gung Duta yang namanya makhluk halus sudah biasa. Hanya saja, dirinya tidak pernah merasakan disakiti, merasa tidak bersalah. Dia mengaku sudah biasa di sini, tinggal, tidur bersama keluarga. “Rasa takut sih ada, tapi sudah biasa tinggal di sini,” ungkapnya dengan apa adanya. Pria kelahiran tahun 1982 inipun bercerita panjang di seputar kejadian-kejadian aneh yang sudah terjadi sejak dulu.

Mulai dari tempat ini dijadikan media meditasi dari orang kebanyakan dari luar, bahkan dari Jawa, melakukannya pada malam hari. Mereka-mereka penekun spiritual tahu persis Tanah Wuk adalah tempat yang sangat bagus untuk meditasi.

Di samping juga terdapat titi ugal-agil untuk bunuh diri. Jangan kaget juga, kalau lokasi ini ada banyak bidadari secara niskala. Gung Duta asal Grana, Sangeh, Abiansemal yang pernah kuliah kedokteran di Jakarta, tidak pernah menakuti-nakuti pengunjung. Asalkan ada etika, pacaran pun boleh.

Cerita Gung Duta, di bawahnya ada Tukad Yeh Penet tidak pernah dijamah limbah, airnya selalu jernih. Di sini jua banyak terdapat makhluk-makhluk halus sebagai penghuni lokasi. Kalau mau turun, boleh-boleh saja, hanya saja siap menurun dan naik tangga yang jumlahnya ratusan. Menuju tangga ini, kalau tenaga tidak fit, akan dibuat nafas jadi ngos-ngosan.

Di sela-sela semak, terdapat jejak-jejak atau bekas orang-orang mengadu kasih dengan pasangannya. Hanya saja, pasangan remaja tidak pernah diganggu, asal saja dilakukan dengan etika yang baik. Di sana juga terlihat kera yang jumlahnya tidak begitu banyak. Sekali-sekali menampakan diri saling bercanda dengan karibnya.

Di samping itu, tandas Gung Duta, di sana juga terdapat julit sebesar paha. Julit ini bukan sembarangan, diyakini julit duwe. Pasalnya, sudah terbukti tidak bisa disembelih. Pernah katanya mau diambil untuk ditampah. Begitu mau ditampah , mereka dicari orang besar. Baik yang menjual, maupun yang membelinya juga dicari orang besar tinggi. Kejadian ini berulang-berulang, akhirnya julit itu kembali ke tempatnya.

Pengalaman unik bagi Gung Duta, ketika lampu mati semua. Dirinya merasa ngeri dan takut sekali. Semua ini bukan kehendaknya, bukan karena kesalahan teknis dari listrik tersebut. Dirinya yakin ada makhluk halus yang menghendaki listrinya mati. Dirinya digoda dan dijahili oleh penghuni lokasi ini. Ayu Ratna

Beji Dalem Blambangan Karang Suwung

Dijaga Rencangan Sampi Selem

Tengetnya tanah Bali memang tidak bisa dipungkiri, setiap tempat yang keramat ataupun suci pasti memiliki sejarah dan tidak lepas dari cerita-cerita misteri. Seperti Beji Dalem Blambangan Karang Suwung dengan lokasi di belakang Pura Dalem Blambangan, Banjar Koripan Kaja, Desa Abian Tuwung, Tabanan menyimpan misteri tersendiri.

Jika datang dari arah Denpasar menuju ke Tabanan melintas di Desa Abian Tuwung maka akan melewati Banjar Koripan Kaja. Di jalanan utama sebelum memasuki Banjar Koripan, suasana tenget sudah dapat dirasakan. Sesuai dengan nama banjarnya sudah dapat diketahui bahwa wilayah banjar merupakan tanah tenget yang dulunya dikenal sebagai alas Kauripan.

“Wilayah banjar ini dulunya dikenal dengan nama Alas Kauripan yang merupakan hutan yang sangat tenget dan saat itu tak ada seorang pun yang berani merambah hutan ini. Bahkan dulunya di jalan utama sebelum memasuki banjar Koripan tidak ada orang yang berani melintas lewat sanikaon. Biasa ada kejadian-kejadian aneh, atau terjadi kecelakaan,” ungkap I Gede Wayan Pasek Suarjaya, Iptu pemangku Beji Dalem Blambangan Karang Suwung yang juga merupakan pemangku Pura Dalem Blambangan.

Setelah memasuki Banjar Koripan Kaja, Desa Abian Tuwung, Tabanan kira-kira 200 m dari jalanan utama bisa ditemukan Pura Dalem Blambangan. Di sebelah utara pura, agak masuk ke dalam dengan suasana tempat yang menyerupai hutan yang ditumbuhi pohon-pohon besar dan teduh menjadikan tempat ini terasa angker. Di sinilah tempat Beji Dalem Blambangan Karang Suwung.

Dumun leluhur tiang datang dari Pura Tampak Songo, Jawa makta Pura Tampak Songo. Raris mekarya tempat pemujaan yang sangat sederhana disusun dari batu-batuan yang dulunya disebut Pura Bangbang, kemudian menjadi Bambang, dan kini dikenal dengan nama Pura Dalem Blambangan. Driki linggih Ida Mantrin Kauripan miwah Galuh Dao. Sareng prekangge Ida Ratu Wayan, Ratu Made, Ratu Nyoman, Ratu Grombong Selem, dan Ratu Penyarikan. Di samping gundukan tanah niki sampun Beji Dalem Blambangan Karang Suwung,” jelasnya.

Leluhurnya saat itu telah memiliki perencanaan yang matang mengenai tempat suci pura. Maka saat ditemukan, pura ini telah memiliki tempat pasucian yaitu Beji Dalem Blambangan Karang Suung. Sesuai dengan bukti-bukti yang ada di lokasi beji, terlihat bahwa pada awalnya Pura Dalem Blambangan terletak tepat disamping beji. Sama dengan keberadaan beji, tempat pura hanya berupa gundukan tanah. Saat ini Pura Dalem Blambangan telah dipindahkan (digeser) tempatnya agak ke selatan dari tempat aslinya saat batu pertama diletakkan di alas Kauripan.

Dengan bangunan yang telah permanen dan memenuhi tri mandala, yakni utama mandala, madya mandala dan nista mandala. Meski telah dipindahkan, namun hingga kini sisa-sisa Pura Dalem Blambangan yang asli, kini terlihat seperti gundukan masih ada. Pemangku masih tetap menghaturkan wewangian di tempat ini pada hari-hari tertentu.

Tempat beji ini memang sangat sepi, dan mampu membuat perasaan menjadi tegang dan merinding ketika berada di tempat ini. Sama dengan tengetnya Pura Dalem Blambangan yang dijadikan sebagai tempat nunas kesidhian oleh para balian, tempat nunas tamba dan nunas keturunan. Dikaitan dengan adanya pura tentunya beji ini tidak dapat dikesampingkan yang merupakan genah ngamejian Ida Bhatara Dalem Blambangan yang dikenal sangat keras namun juga sangat sueca dalam memberikan berkah bagi pemedek yang tangkil dengan kesungguhan hati.

Saat menelusuri tempat keberadaan beji ini, tidak ditemukan adanya air ataupun pelinggih tempat persembahyangan. Yang terlihat masih sangat asli gundukan tanah sejak zaman dulu yang dijadikan sarana pemujaan dan menghubungkan diri dengan Ida Sesuhunan Beji Dalem Blambangan Karang Suwung. Di atas gundukan tanah itulah diletakkan sajen untuk nunas keselamatan. Menurut pemangku air beji ini tidak bisa diteba kapan datangnya. Tidak ada seorangpun warga yang berani slapat-slapat pada jam-jam tertentu di tanah beji ini. Terbukti beberapa kali ada warga yang melihat dan merasakan langsung adanya makhluk lain yang menguasai tempat tersebut.

“Sane nyaga genah beji niki wenten rencangan sampi selem. Wenten anak taen slapat-slapat driki nuju tengi lepet jam roras tengaine, langsung lari terbirit-birit kocap manggihin sampi selem gede,” ungkap pemangku yang juga merupakan pemangku Padmasana Polres Badung.Sadnyari

Misteri Beji Telebus Dukuh Kerambitan

Beji Telebusan Ida Bhatara tidak hanya sakral, tapi memberikan berbagai kemurahan. Di antaranya memberikan keselamatan pelaksanaan upacara bagi warga di sana, tirtanya memperlancar proses melahirkan dan ASI untuk bayi, serta paica-paica lainnya. Semua itu berkat kemurahan Ratu Biang Sakti.

Pembaca Bali Aga yang budiman, setelah lama melacak tempat-tempat bertuah di Bali, yang bermanfaat bagi kehidupan, ternyata terkabulkan. Berkat informasi dari seorang sulinggih yang kebetulan pasramannya berdekatan. Tempat itu ternyata penuh misteri. Namanya Beji Telebusan. Untuk lebih jelasnya, baiklah diceritakan keberadaan lokasi yang tersembunyi tersebut.

Lokasi memang tidak sulit untuk ditemukan, hanya saja sedikit tersembunyi. Guna menemukan Beji Telebusan ini tidak perlu tantangan, begitu juga jalannya tidak begitu sulit. Lokasinya ada di Banjar Kukuh Kelod, Desa Kukuh, Kerambitan, Tabanan. Kalau ingin menemukan telebusan ini diharapkan bertanya saja kepada krama sekitarnya. Tapi lebih jelasnya, jalan menuju lokasi ada patokan, yaitu jalan menuju SMAN Krambitan ke arah selatan. Dari arah timur lihat saja papan SMA Krambitan.

Setelah beberapa meter, kurang lebih 400 meter, akan ditemukan papan nama Asram Cri Widya Kahuripan ke timur. Jalan ini adalah gang yang lebih leluasa bisa dikendarai sepeda motor. Jaraknya dari jalan utama jurusan Denpasar Gilimanuk, tepatnya di pertigaan Desa Samsam, belok kiri, kurang lebih 5 km raknya. itulah sedikit gambaran guna menemukan lokasi tersebut. Di sana ditemukan dua sumber air. Satunya ada di sebelah kiri (utaranya) sejenis bulakan. Sedangkan di pinggir sungai yang disebut Tukad Yeh Abe terdapat tempat air seperti sumur. Air tersebutlah yang dimanfaatkan untuk keperluan sesuai dengan keinginan.

Sekarang marilah diuraikan keunikan Beji Telebusan yang sangat diyakini mempunyai nuansa misteri. Diceritakan dari seorang warga yang kebetulan menyelenggarakan upacara besar di keluarga. Warga tersebut rumahnya dekat dengan lokasi telebusan. Dia cerita, lokasi di bawah memberikan berbagai manfaat bagi manusia yang memerlukan pertolongan”.

Bahkan lokasi itu dikatakan tidak boleh diperlakukan sembarangan. Menurut warga yang enggan disebutkan namanya, setiap warga di sini (khususnya), tidak lengkap bahkan tidak berani kalau tidak ngaturang upakara di palinggih tersebut. Memang benar di lokasi tersebut ada dua palinggih. Yang satu disengker dengan tembok, sementara satu lagi ada di luar tembok.

Di palinggih itu ditemukan upakara sebagai pertanda sering terjadi komunikasi antara pemohon dengan Ida Bhatara. Ada yang sudah lama, dan masih dalam kondisi segar. Ditemukan juga sarana upakara jangkep, kalau dilihat sekilas adalah persembahan kepada penghuni lokasi tersebut.

Menurut Ida Pandita Mpu Dukuh Jaya Prateka, membenarkan adanya misteri beji telebusan tersebut. “Cening apang uning kemanten, kalau ada warga yang menyelenggarakan upacara, sama sekali warga tidak berani tanpa menghaturkan upakara di tempat itu. Upakara di tempat itu menjadi suatu keharusan, kalau orang itu karyanya mau sukses atau tanpa gangguan,” ungkap Pandita dengan serius. Perlakuan ini bukan main-main, begitulah secara terus menerus, tidak ada orang yang berani melalaikan. Kalau upakara ini diabaikan di beji tersebut, upacara akan boros (koos).

Sebelum menghaturkan upakara di lokasi itu, yang punya upacara tidak akan merasa tenang. Pandita Mpu yang tinggal di Asram Cri Widya Kahuripan yang jaraknya hanya beberapa meter dengan lokasi Beji, menceritakan secara detailnya. Walaupun Pandita jarang ke sana, bahkan tidak tahu menahu, ternyata linggih Ida Bhatara Ratu Biang Sakti. Beliau yang memberikan berbagai panugran di lokasi tersebut. Sehingga banyak orang-orang berdatangan.

“Secara bawos belum pernah muncul, ini hanya berasal dari pengalaman saja. Banyak orang yang bercerita kepada Bapa masalah beji tersebut,” ujar Pandita dengan tenang. Bahkan, menurut keyakinan warga di sini, sumur ini disebut-sebut sumur Ida Bhatara. Sementara yang malingga di sana ialah Ratu Biang Sakti. Ayu Ratna